Pages

Thursday, April 8, 2010

Nusantara pun Bercerita




Perkenalkanlah aku…aku sekumpulan pulau yang membentuk suatu negara yang berdaulat. Aku berada di sebelah tenggara benua yang sangat besar. Aku lahir pada 28 Oktober 1928 ketika para pemuda yang mendiamiku berkikrar Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa, sejak saat itulah aku diusahakan sebagai pribadi bebas. Dan akhirnya terwujud pada 17 Agustus 1945.

Sebelum dilahirkan pada tanggal tersebut, aku mengalami bermacam-macam fase kehidupan. Aku dulu pernah berbentuk sebuah kerajaan yang sangat besar dimana pelaut-pelaut yang mendiamiku pernah mengarungi samudra dan memperluas tubuhku hingga ke ujung benua hitam sana. Lalu orang-orang bermata biru datang dan mulai merampok dan menggerogoti tubuhku hingga kering kerontang. Inilah fase kalam dalam hidupku. Kata orang, mereka menggerogotiku selama 350 tahun, yaitu dihitung ketika mereka menginjakkan kaki kali pertama ke dermagaku hingga 1945. Padahal, saat itu kan mereka berdagang, bukan menjajah. Menurut hitung-hitunganku sendiri, orang-orang tersebut mulai benar-benar menjajahku ketika kongsi dagang yang mereka bentuk bubar pada 31 Desember 1799 hingga tahun 1949.


Setelah fase itu aku dipimpin oleh orang-orang pribumi. Keadaan sangat kacau sekali, banyak orang yang mendiamiku kelaparan karena krisis ekonomi yang luar biasa. Saat itu aku sampai bingung dengan model pakaian yang aku pakai, mulai dari model demokrasi terpimpin, parlementer, sampai presidensial. Enaknya di masa itu adalah aku benar-benar menunjukkan jati diriku yang sebenarnya. Aku ganyang tetanggaku yang baru saja lahir, karena menurutku dia boneka buatan orang-orang yang menamakan dirinya St George Cross. Aku juga berani melawan orang bermata biru yang pernah menggerogotiku selama ratusan tahun saat aku berusaha merebut anggota tubuhku dibagian ujung timur. Pada waktu itu aku kuat, karena aku dipinjami baju baja, perisai, dan pedang dari si Tirai Besi. Aku dibawanya mengejar sebagai pemimpin dunia baru, yang tidak terpengaruh Tirai Besi yang komunis dan Paman Sam yang liberalis (pada saat itu mereka berdua terlibat perang aneh, mereka saling diam tanpa saling menyapa, dan mempengaruhi semua negara untuk menjadi pengikutnya).

Tetapi pada kenyatannya aku lebih condong ke komunis. Dan kemudian peristiwa berdarah pun terjadi. Aku ingat tahun 1960an tubuhku berlumuran darah, banyak orang-orang yang mendiamiku dibantai di ladang tebu yang tumbuh di sebagian tubuhku dan mayatnya dibuang disungai yang mengaliri wajahku. Yeah..mereka adalah orang-orang yang dituduh pengkhianat. Aku ngeri melihatnya, akhirnya aku menutup mataku Konon kabarnya mereka yang dibantaimencapai 1 juta orang antara tahun 1965-1967.

Dan aku kemudian dipimpin oleh seorang diktator otoritarian. Sebenarnya aku merasa nyaman dengan dia, karena aku disegani oleh para tetangga dan tema teman, aku merasa kuat, dan aku sangat kaya. Di tangan orang ini, orang-orang yang ingin memisahkan tanganku dari tubuhku di hajar sampai ke akar-akarnya. Tidak ada yang namanya para anak-anak muda bakar-bakar foto presiden dalam demonstrasinya. Tetapi ada harga yang harus dibayar mahal oleh kemakmuran itu. Ternyata kemakmuran itu semu. Ketika badai krisis menerpaku aku menjadi limbung dan jatuh dan tidak bisa bangkit lagi. Ternyata aku benar-benar rapuh, ternyata kemampuanku untuk bangkit dicuri oleh orang-orang yang memerintahku. Selain itu anda tau kaum minoritas yang mendiami tubuhku? Mereka kadang diperlakukan tidak adil. Sehingga mereka ingin perubahan.

Dan akhirnya…aku berubah lagi menjadi terbuka…kata mereka lebih terbuka itu menjadi sebuah cita-cita semua negara, tapi menurutku aku terlalu terbuka…dan itu tidak baik. Misalnya keterbukaan informasi yang terlalu bebas bisa mengakibatkan masuknya budaya-budaya asing yang dapat merusak generasi muda, ada juga kebebasan berpendapat yang kebablasan mengakibatkan munculnya kembali gerakan-gerakan separatis dan radikal, ada juga demontrasi yang kadang dengan alasan tersebut sering menghina simbol negara dalam aksinya…dan lain-lain seperti itulah. Yeah…mungkin aku harus belajar dengan keterbukaan ini. Bukankah Paman Sam membutuhkan ratusan tahun untuk lebih terbuka?

Sekarang aku bebas, tapi bukan berarti aku bebas dari segala masalah…karena aku kaya akan masalah.
Aku punya segudang kekayaan alam tetapi orang-orang yang mendiamiku mengalami kemiskinan.
Aku kaya akan bahan pangan, tanahku subur, tetapi anak-anak yang mendiamiku banyak yang busung lapar. Aku didiami oleh ratusan juta orang, tetapi susahnya mencari 11 orang yang jago sepak bola.
Aku mempunyai ribuan kesenian dan budaya…tetapi generasi mudanya lebih menyukai budaya asing sehingga gak salah kalau tetangga sebelah mencoba mengklaim budaya itu.

Kadang aku heran dengan orang-orang yang mendiamiku…sesekali aku boleh jengkel dong…ketika mereka dengan seenaknya mencukur habis rambutku sehingga kepalaku gundul…aku kasih mereka longsor dan banjir...biar tau rasa!

Kadang ketika aku menggeliat banyak orang yang mati, padahal mereka sudah tau kalau letakku itu berada di antara lempengan-lempengan yang kadang-kadang bisa membuatku capek sehingga aku harus menggeliat, tapi mereka tidak pernah sadar...jadi aku menggeliat saja. Ada yang bertanya, kenapa ketika aku menggeliat aku tidak bilang-bilang terlebih dahulu? Itu karena aku suka lagunya Ebiet G Ade, jadi kadang aku begitu sangat pengen mendengarkan lagu itu, jadi aku tidak sempat minta ijin dahulu jika ingin menggeliat…hehehehe..

Aku juga mempunyai masalah dalam berinteraksi sosial yang sangat kompleks. Aku terletak diantara teman-teman yang kadang mereka baik tapi kadang sebaliknya. Hubungan kami memang rumit.
Di sebelah utara, aku berbatasan dengan teman Melayu yang katanya mereka serumpun dengan kami, tapi sikap mereka terhadap orang-orang yang mendiamiku sangat bertolak jauh dengan kata serumpun. Mereka menyiksa orang-orangku yang bekerja disana, mereka mencuri pepohonan yang meyuplai oksigen bagi aku, mereka merampas minyak untuk energi kami dan mereka mengirim orang-orang yang meledakkan dirinya ke tubuhku sehingga orang-orang tak berdosa yang mendiamiku mati sia-sia… Tapi aku sabar..

Ada lagi teman bertubuh kecil yang terletak dikawasan itu, walau dia kecil tapi juga kadang dia merepotkan. Aneh melihat dia, walopun tubuhnya kecil, dia sangat kuat dan memiliki armada perang yang banyak...bahkan pesawat tempurnya sering melintasi diatas kepalaku karena wilayah udaranya yang kecil…ini pelanggaran namanya kan? Tapi aku sih sabar... Dia juga selalu melindungi orang-orang jahat berdasi yang mencuri uangku.

Disebelah selatan, aku bertetangga dengan orang-orang yang dulunya budak dari negeri Benua Biru, mereka datang ketempat itu dan mengusir orang-orang pribumi dan membentuk pemerintahan sendiri. Seperti dengan orang-orang Utara, hubungan kami dengan orang-orang Selatan ini diwarnai dengan pasang surut. Bahkan mereka menyebut aku sebagai ancaman dari Utara. Kenapa ya? Oh ternyata mereka masih trauma dengan ketika pada tahun 1970an orang yang memerintah di tubuhku mencaplok sebuah wilayah dan menjadikannya propinsi ke 27..sejak peristiwa itu mereka menyebutku sebagai aggressor. Selain itu masalah perbatasan juga menjadi masalah yang menghantui hubungan kami. Aku juga curiga bahwa dia mendukung upaya pemisahan salah satu anggota tubuhku. Seperti diketahui salah satu bagian tubuhku ini mempunyai kandungan mineral yang sangat besar sekali.

Kenapa mereka berani dan menganggap aku remeh? Karena bagi mereka dan aku sendiri mengakui kalo aku ini telanjang. Yup telanjang…aku tidak punya perlindungan yang cukup jikalau aku diserang. Aku hanya dilindungi oleh semangat rakyat tanpa pakaian pun yang melekat ditubuhku. Maklumlah…untuk urusan yang satu ini masalahnya hanya satu, yaitu anggaran. Sedikit bocoran ya…aku pernah menguping ketika rapat antara Kementrian Pertahanan dengan parlemen, katanya untuk masalah ini, pemerintahan yang mendiamiku menganggarkan Rp149,78 triliun untuk alutsista tahun 2010-2014. Angka segitu bagi bidang pertahanan masih sangat kecil untuk mencapai kekuatan minimal ideal. Karena itulah dalam berinteraksi dengan kawan-kawanku, aku dipaksa menerapkan kebijakan Million Friends Zero Enemy. Padahal sebenarnya aku sangat gerah sekali dengan perlakuan para tetanggaku itu.

Oh iya ada kabar bagus…belakangan ini ada gosip yang berhembus. Gosip ini dihembuskan oleh Arrysio Santos, seorang professor dari negara yang jago sepak bola nan jauh disana, katanya aku itu adalah Atlantis, sebuah negara yang kata Plato memiliki peradaban tinggi, kekayaan yang melimpah, angkatan perang yang sangat kuat dan tata kota yang rapi. Seperti mimpi ketika ada yang menyebutkan aku seperti itu. Jujur…sebenarnya aku lupa sama sekali tentang jati diriku dimasa lampau…maklumlah terlalu banyak peristiwa yang mengubah hidupku hingga seperti sekarang… Tapi kalau itu benar bahwa aku adalah Atlantis, aku sangat malu sekali dengan kondisiku yang seperti sekarang...
Wew...
Wufff....