Pages

Saturday, July 24, 2010

Petani ku Tercinta



Petani di negara agraris adalah pekerjaan yang mulia dan berjasa karena sebagai garda terdepan dalam ketahanan pangan negara. Tetapi di Indonesia nasib petani adalah sebaliknya. Ketika harga hasil pertanian membumbung tinggi seperti harga beras, gula, atau tanaman musiman, logikanya petani meraup untung, tetapi kenyataannya hal itu tidak berpengaruh kepada kesejahteraan petani

Kendala yang dihadapi para petani tercinta kenapa mereka tidak bisa hidup sejahtera adalah:

  • Sekitar 65 % petani kita itu adalah buruh tani, yakni menggarap lahan milik orang lain dengan sistem bagi hasil.
  • Petani juga belum bisa menjual hasil pertaniannya ke Bulog karena ada beberapa syarat tertentu yang dipatok oleh Bulog, misalnya Bulog menolak membeli gabah petani dengan harga mahal terhadap gabah yang kadar airnya terlalu tinggi dari batas yg ditetapkan, sehingga petani harus mengeluarkan biaya lagi.
  • Semakin langka dan mahalnya pupuk.
Demi menekan biaya tersebut maka hasil yang diperoleh petani setiap kali musim panen sangat lah kecil. Belum lagi para tengkulak yang membeli hasil pertanian dari petani dengan harga yang sangat murah. Akibatnya ketika harga-harga mahal, para tengkulak yang meraup untung.

Ayolah...sudah saatnya pemerintah benar-benar memperhatikan nasib para petani, karena dipundak merekalah ketahanan pangan negara ini berada. Belum lagi masalah pertanian di sektor lainnya seperti semakin sempitnya lahan pertanian, karena dengan gampangnya semua diubah menjadi perumahan dan industri. Atau juga beredarnya beras impor dengan harga murah yang tentu saja merugikan petani.

Malu lah kita ini disebut negara agraris, negeri gemah ripah loh jinawi..

Apakah nasib petani baru benar2 diperhatikan hanya ketika musim kampanye saja?
" Nanti Indonesia akan mengekspor beras!!!!!"
" Nanti harga bahan pokok turun!!!!"
" Saya pembela petani!!!!"

Begitulah mereka teriak2 pas kampanye dihadapan para petani..

Tuesday, July 13, 2010

Perlukah Indonesia Memiliki Kapal Induk?


Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di kawasan Asia Tenggara. Indonesia memiliki lebih kurang 17.000 buah pulau dengan luas daratan 1.922.570 km2 dan luas perairan 3.257.483 km2. Berdasarkan posisi geografisnya, negara Indonesia memiliki batas-batas sebagai berikut :
Sebelah utara berbatasan dengan Malaysia, Singapura, Filipina, dan Laut Cina Selatan.
Sebelah selatan berbatasan dengan Australia dan samudra Hindia
Sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia.
Sebelah timur berbatasan dengan Papua Nugini, Timor Leste dan Samudera Pasifik.

Luas wilayah Indonesia sebagai berikut:
total darat: 1.922.570 km²
daratan non-air: 1.829.570 km²
daratan berair: 93.000 km²
lautan: 3.257.483 km²

Indonesia juga dilewati jalur perdagangan internasional yaitu Selat Malaka, selain itu Indonesia mempunyai kekayaan alam yang sangat melimpah.

Sebagai negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan yang sangat luas,letak yang strategis, dan kekayaan alam yang melimpah maka potensi ancaman bagi negara Indonesia sangatlah besar. Ancaman yang dihadapi Indonesia adalah:
1. Pencurian hasil laut.
2. Klaim negara lain atas wilayah Indonesia akibat kurangnya perlindungan dan pengawasan
3. Pelanggaran perbatasan oleh negara lain.
4. Perompakan
5. Perdagangan barang secara illegal melalui laut.
6. Kejahatan-kejahatan internasional lainnya yang dilakukan melalui kelautan.

Dengan memperhatikan ancaman-ancaman tersebut, Indonesia harus memliliki armada maritim yang tangguh untuk menjaga, mengawasi, menangkal, dan mempertahankan keamanan serta keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejatinya dengan kondisi yang demikian, Indonesia sepantasnya memiliki Kapal Induk. Namun apakah Kapal Induk merupakan kebutuhan paling penting bagi Indonesia? Perlukah Indonesia memilik Kapal Induk sekarang?




Fungsi Kapal Induk bagi Indonesia adalah:
  1. Untuk mengamankan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari ancaman-ancaman seperti pencurian hasil laut, pelanggaran perbatasan, perdagangan ilegal, dan kejahatan-kejahatan lainnya.
  2. Sebagai alat diplomasi Indonesia. Dimana keberadaan Kapal Induk tersebut dapat menguatkan posisi tawar Indonesia dalam berdiplomasi dengan negara lain, khususnya menyangkut masalah pertahanan keamanan.
Untuk menjadikan Angkatan Laut yang kuat, maka suatu negara harus membuat suatu konsep yang matang sebagai landasan dalam menentukan kebiijakan. Sejatinya TNI AL menganut konsep Blue Water Navy sebagai doktrin kemaritimannya. Hal ini tertulis dalam doktrin Eka Sasana Jaya, dimana kapal-kapal perang TNI-AL dapat digelar untuk menjamin keselamatan armada niaga Indonesia saat berlayar dimanapun, baik di laut territorial maupun lautan lepas. Tetapi pada kenyataannya TNI AL masih berkutat pada posisi Green Water Navy, itupun masih belum mencapai taraf ideal dalam konsep itu.

Salah satu pertimbangan utama TNI AL memilih Green Water Navy karena konsep pertahanan TNI AL bukan konsep pertahanan yang ofensif. Indonesia juga belum mampu untuk melakukan support and supply secara terus menerus kepada armada garis depan jika menerapkan konsep Blue Water Navy.

Ada 3 konsep dalam Angkatan laut, yaitu:
  1. Brown Water Navy : Kekuatan angkatan laut cuma sebatas wilayah pantai, pengamanan pantai dan sungai.
  2. Green Water Navy : Kemampuan angkatan laut untuk pengamanan sampai batas terluar ZEE.
  3. Blue Water Navy : Kemampuan angkatan laut satu negara untuk digelar atau deployment di samudera luas/high seas dalam kurun waktu yang cukup lama.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka penggunaan Kapal Induk sebagai kekuatan TNI AL belum sesuai dengan konsep TNI AL. Indonesia tidak menganut sistem Angkatan Laut yang bersifat mobile, karena sifat pertahanan Indonesia memang dikonsep bertahan dari serangan musuh, bukan menyerang lawan.

Selain masalah konsep, masalah yang penting adalah biaya.
Sebagai contoh harga 1 Kapal Induk sekelas USS Nimitz (CVN-68) adalah $ 4,5 milyar. Itu belum termasuk pesawat-pesawat dan kendaraan-kendaraan tempur didalamnya, serta biaya operasionalnya yang mencapai $160 milyar per tahun.




Oleh karena itu lebih baik Indonesia membangun armada laut ketiga di wilayah Indonesia Timur. (Indonesia mempunyai 2 armada, yatu Armada Barat di Jakarta dan Armada Timur di Surabaya). Indonesia juga harus membangun skadron tempur di pulau-pulau yang bersifat strategis untuk mengawal kapal-kapal perang dan wilayah perairan Indonesia. Ini akan lebih efisien ketimbang mengoperasikan kapal induk yang hanya membawa pesawat tempur. Dan tentu saja, kekuatan Angkatan laut harus ditambah dengan peningkatan jumlah kapal sekelas Fregat dan kapal selam.

Membangun Kekuatan Angkatan Udara Yang Tangguh


Dalam bidang pertahanan dan keamanan, Indonesia menganut kebijakan million friends and zero enemy, dimana kebijakan tersebut menitikberatkan pada meminimalkan musuh dan memperbanyak kawan dengan menjalin hubungan yang baik dengan negara-negara lain. Alasannya sederhana alutsista kita tidak mempunyai kemampuan dalam menandingi serangan dari luar.

Keterbatasan alutsista inilah kita seakan-akan menjadi bulan-bulanan oleh sikap arogan negara lain. Misalnya, perbatasan kita diobrak abrik, TKI kita disiksa, budaya kita dicuri, minyak kita dirampok, koruptor kita dilindungi, dan separatis kita disuaka.

Selama ini persoalan anggaran Pertahanan Keamanan memang menjadi masalah yang berhubungan dengan terbatasnya alutsista. Karena masalah pembagian alokasi anggaran di dalam Kementrian Pertahanan itu terbagi menjadi lima bidang, yaitu alokasi untuk Kementrian Pertahanan, MabesTNI, TNI-AD, TNI AL, dan TNI AU. Dan alokasi anggaran untuk TNI merupakan yang terkecil dari kelima bidang yang ada di Kementrian Pertahanan.

Diantara ketiga angkatan yang dimiliki Indonesia, Angkatan Udara mendapatkan porsi anggaran yang paling rendah jika dibandingkan dengan angkatan yang lain, padahal Angkatan Udara mempunyai kewajiban melindungi wilayah udara yang mencapai 5,3 juta km persegi membentang dari Sabang sampai Merauke.

Ditengah masalah tersebut maka mau tidak mau pemerintah harus melakukan suatu inovasi sebagai bentuk terobosan dalam menangani masalah alutsista TNI, khususnya Angkatan Udara. Yang harus dilakukan pemerintah dalam membangun kekuatan Angkatan Udara adalah:

Pemerintah harus merancang suatu grand strategy tentang masalah alutsista yang menempatkan masalah alutsista sebagai bagian paling penting dari kebijakan pertahanan.

Hasil dari grand strategy tersebut antara lain:
  1. Pengembangan alutsista menjadi prioritas utama pemerintah.
  2. Pemberian porsi anggaran yang lebih besar kepada Angkatan Udara. Tetapi tentu saja hal itu harus dengan mempertimbangkan asas kebutuhan serta potensi atau jenis-jenis ancaman yang muncul.
  3. Pemanfatan industri dalam negeri dalam pengembangan alutsista. Karena ketergantungan Indonesia terhadap industri asing dalam bidang militer sangat merugikan Indonesia, (misalnya ketika Indonesia dijatuhi embargo militer oleh Amerika Serikat).

Dengan adanya grand strategy tersebut maka pengembangan kekuatan Angkatan Udara bisa dilakukan, yaitu dengan:
  1. Memperkuat Komando Pertahanan Udara Nasional
  2. Memperbanyak serta memodernisasi Satuan Radar
  3. Menambah Skuadron Tempur
Dengan demikian maka Angkatan Udara dapat mendeteksi secara dini sekaligus mampu menghancurkan pesawat lawan jauh sebelum mencapai obyek vital.

Sudah saatnya sekarang pemerintah untuk lebih memprioritaskan masalah alutsista TNI. Selain karena faktor eksternal seperti modernisasi besar-besaran yang dilakukan oleh militer negara-negara tetangga yang semaikn memperjelas ketertinggalan militer Indonesia, juga karena semakin banyak ancaman-ancaman baru yang dihadapi Indonesia baik itu ancaman internal maupun eksternal yang menuntut penggunaan kekuatan militer yang modern dan canggih.

Tetapi usaha untuk membangun kekuatan Angkatan Udara yang ideal kembali kepada kesadaran dan niat dari pemimpin dan elit politik di negeri ini dalam hal ini sipil sebagai pembuat kebijakan, apakah mereka mau dan mampu berkomitmen untuk menjaga kedaulatan NKRI. Kalo TNI jangan ditanya...bagi mereke NKRI adalah harga mati

Monday, July 12, 2010

Tantangan Panglima TNI



Masalah Penggantian Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso mulai ramai dibicarakan. Mantan kepala staf TNI Angkatan Darat (KSAD) itu memasuki usia pensiun pada 8 September 2010. Sesuai dengan UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI, usia maksimal panglima TNI adalah 58 tahun. Dia menjabat panglima TNI sejak 28 Desember 2007. Kandidat terkuat yang menduduki jabatan tertinggi TNI adalah Laksamana Agus Suhartono. Laksamana Agus Suhartono merupakan lulusan Akademi TNI Angkatan Laut (AAL) tahun 1978. Beliau pernah menduduki sejumlah pos penting di lingkungan TNI-AL. Pria kelahiran Blitar 25 Agustus 1955, itu antara lain Komandan Gugus Tempur Laut Koarmatim, Asisten Operasi KSAL, Pangarmabar, dan terakhir Irjen Departemen Pertahanan.

Siapapun nantinya yang akan menjabat sebagai Panglima TNI, masalah alutsista nampaknya masih menjadi tantangan berat yang dihadapi TNI. Jadi nantinya Panglima TNI harus bisa mencari jalan keluar terhadap permasalahan tersebut. Tantangan lain yang tidak kalah besarnya adalah adalah komitmennya untuk mengawal reformasi militer dan menjaga kualitas profesionalisme prajurit.

Nah sebagai masyarakat umum saya mengusulkan jika anggaran militer untuk TNI-AU ditambah, karena dibandingkan dengan Angkatan Darat dan Angkatan Laut, TNI Angkatan Udara menerima anggaran paling kecil. TNI AU mempunyai tugas dalam mengendalikan dan mengamankan wilayah udara nasional yang luasnya mencapai 5,3 juta km persegi. Dengan peralatan yang sekarang nampaknya TNI AU kita masih jauh dari kekuatan minimal.

Tapi kembali ke awal bahwa masalah alutsista ini bukan hanya menjadi tanggung jawab TNI saja, tetapi elit politik dalam hal ini sipil. Karena bagaimanapun sipil lah yang menentukan kebijakannya. Pertanyaannya : Apakah sipil mampu berkomitmen dengan tegas mengenai masalah ini? Banyak sekali kasus ketika TNI mengajukan RUU mengenai anggaran militer ke parlemen tetapi tidak mendapat tanggapan atau mengulur-ulur waktu dan menggerogoti anggaran yang telah diajukan, padahal masalah militer adalah masalah yang sangat penting bagi negara dengan ancaman yang sangat kompleks.

Thursday, July 8, 2010

Keberhasilan Spanyol Di Tengah Krisis Regional


Dalam Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan, timnas Spanyol yang dijejali pemain bintang dari klub-klub elite Eropa berhasil mencapai babak final dan akan menghadapi Belanda. Jika menang, Spanyol akan menjadi juara kali pertama dalam keikutsertaanya mereka dalam ajang tersebut dan juga mengukir sejarah sebagai negara Eropa pertama yang menjadi juara di luar benua Eropa.

Tetapi ada suatu peristiwa menarik dalam sepanjang pertandingan yang diikuti Spanyol dalam Piala Dunia 2010 ini. Ketika lagu kebangsaan dikumandangkan sebelum pertandingan dimulai, mulai pertandingan perdana hingga semifinal hampir semua pemain Spanyol tidak ada yang ikut bernyanyi lagu kebangsaan Spanyol La Marcha Real. Kenapa hal itu bisa terjadi? ini karena tidak lepas dari krisis regional yang melanda negeri matador tersebut. Krisis yang meliputi etnisitas hingga berujung pada konflik berdarah.

Konflik itu dimulai ketika diktator Fransisco Franco berkuasa pada tahun 1930. Pembangunan yang hanya terpusat dan tidak merata serta kurangnya perhatiannya kepada wilayah-wilayah lainnya membuat wilayah seperti Catalonia dan Basque ingin merdeka dan lepas dari Spanyol, apalagi secara tnis dan budaya, Catalonia dan Basque berbeda dengan Spanyol. Keinginan mereka untuk memisahkan diri semakin kuat setelah Franco mencoba untuk memberangus kebudayaan mereka.

Dalam menghadapi keinginan tersebut, Franco lebih memilih opsi militer untuk menumpas aksi separatis tersebut dan menimbulkan banyak korban sehingga perasaan benci entis Catalonia dan Basque kepada pemerintahan Spanyol semakin mendalam. Bahkan dalam perjuangannya etnis Basque mempunyai kekuatan militer sendiri, yaitu ETA (Euskudi Ta Askatasuna) yang oleh pemerintah Spanyol digolongkan sebagai kelompok teroris.

Dalam sepakbola pun demikian, ketika Franco berkuasa, dia mencoba mengadu domba dan membuat perpecahan diantara wilayah yang menentang pemerintah Spanyol. Real Madrid dijadikan pemimpin fasis tersebut sebagai simbol Spanyol. Ketika Catalonia bangga dengan Barcelona sebagai identitas etnisnya, Franco merangkul Espanyol dan menjadi rival Barcelona. Di daerah Basque, untuk meredam kekuatan Athletic Bilbao yang juga merupakan bentuk identitas etnis Basque yang ingin merdeka dan lepas dari pemerintahan Spanyol, pemerintah menghidupkan klub Real Sociedad sebagai kekuatan oposisi di wilayah Galicia. Franco juga menanamkan pengaruhnya di wilayah Andalusia dengan membentuk Real Betis sebagai upaya menandingi Sevilla.

Perlakuan pemerintah Spanyol dimasa lalu membentuk dendam di otak bawah sadar orang-orang Catalonia dan Basque bahwa mereka bukan orang Spanyol dan tidak merasa menjadi bagian dari Spanyol. Pernah suatu ketika dalam pertandingan La Liga ketika Athletic Bilbao berhadapan dengan Real Madrid, ada spanduk besar bertuliskan "KAMI BUKAN SPANYOL..TAPI KAMI ADALAH BASQUE".

Itulah kenapa pemain Timnas Spanyol keturunan Catalonia seperti Andres Iniesta, Xavi Hernandes, Pedro Rodrigues, Charles Puyol, dll lebih bangga menyanyikan lagu kebangsaan Catalonia daripada lagu kebangsaan Spanyol. Atau juga mungkin mereka lebih bangga menggunakan kostum Timnas Catalonia dibandingkan kostum La Furia Roja. Sebuah sejarah kelam yang terpatri dalam otak bawah sadar.


-----
(Sebagai catatan Catalonia dan Basque rutin mengirimkan kesebelasaanya bertanding dalam ajang PIALA DUNIA UNTUK NEGARA-NEGARA YANG TIDAK DIAKUI. Untuk Wakil dari Indonesia adalah Papua dan Maluku Selatan).