Pages

Tuesday, August 16, 2011

Vanilla Ice Tea : Mimpi-Mimpi Pungguk

Rembulan termangu terang di atas pematang,
Bermuram durja Pungguk bersidekap pandang.
Tak kuasa atas terbang untuk menjumpai Rembulan.

“Lihat anakmu…seminggu kurus kerontang. Apa yang kau ajarkan padanya? macam orang gila…” kata ibu si Pungguk kepada ayah.
(Senyum simpul) “Hmmm..sudahlah ibu jangan kau khawatirkan dia”
Sejurus kemudian si ibu berteriak lantang memanggil
“Bujaaaaaaanggggg…masuuuukk!!!! Pulanglah kau nak… Kau pandangi rembulan tak akan jatuh dia..”

Sunyi
----------------

Ugghh Rembulan…
Siapakah namamu nona cantik?
Senyummu selalu ranum
Matamu selalu binar semunar
Wajahmu sinar gemebeyar

Aku selalu memohon kepada Yang Maha Tinggi agar muncul sayap-sayap dari ketiakku..kuncup..mengembang dan terbentang selebar sepuluh meter agar aku bisa terbang menemuimu..
Kata orang mustahil
Kataku itu masuk akal
Kata orang yang kujumpai di pasar, entah itu tukang ikan, tukang parkir, sampai preman pasar mengatakan aku sinting dan menderita sakit gila karena cinta.
Kataku cinta dan sakit gila berjalan hampir bersamaan.

Aku muak mendengar mereka meremahkanku.

Mulanya aku bekerja serabutan membersihkan kandang ayam milik Wak Haji Jupri, kuambili sedikit demi sedikit bulu ayam sebagai rencana awalku membuat sayap untuk terbang menemui Rembulan, kadangkala sesekali kucabut bulu si Jantan hingga pernah kepalaku dipatuknya ketika berjongkok waktu berusaha mencabut bulunya.

Karena kurasa hasilnya tak cukup memuaskan dan baru kusadari bahwa ayam tak bisa terbang, maka kuputuskan mencoba cara lain, yaitu berburu Alap-alap. Sungguh bukan main susahnya berburu bintang satu ini, untuk mencapai sarangnya saja aku harus berjalan seharian dan harus mendaki tebing lumayan terjal. Sampai di sarangnya pun aku masih disembur dengan ucapan sinis sang Alap-alap.

“Hai bujang…mau apa kau kesini?!!”
“Maaf Pak Cik Alap-alap, saya datang kesini untuk meminta bantuan Pak Cik, kalo boleh Pak Cik, saya meminta bulu sayap Pak Cik yang sakti mandra guna itu, untuk saya buat menjadi sepasang sayap yang akan saya gunakan untuk terbang ke bulan”
“Hahahahahaha anak muda…selama hidupku aku tidak pernah berjumpa dengan makhluk tolol dan menyedihkan sepertimu. Aku tidak mau!!!”
“Tolonglah Pak Cik..sayap itu sangat berarti untuk saya”
“Bodoh amat..”
Alap-alap tersebut terbang, tak banyak pikir aku melompat dan mencengkeram erat bulu ekornya..
“Hoi..lepaskan!!!!”
“Tidak mau, sebelum Pak Cik memberikan beberapa helai bulu”
“Dasar keras kepala!!!”

Alap-alap semakin terbang tinggi…lalu menukik dan terbang rendah, tubuhku yang lusuh diseretnya di jalanan berbatu. Entah kenapa tak ada rasa takut sedikipun aku dibuatnya dan aku semakin tak merasakan kesakitan. Kawan, inilah mungkin yang kata orang-orang disebut dengan Kekuatan Cinta Mengalahkan Segalanya.

Semakin dia menambah kecepatan terbangnya cengkeramanku di buku ekornya semakin erat membuatnya kesakitan lalu menggelepar-lepar di udara berusaha melepaskanku hingga ribuan bulu-bulunya berterbangan. Mataku terpejam hingga bulu yang kujadikan pegangan tercabut dan aku jatuh berguling-guling di gurun bebatuan.

Si Alap-alap berteriak memaki-maki dan terbang jauh karena kesakitan.
Mataku berbinar menyaksikan ribuan bulu Alap-alap kualitas super berserakan di gurun itu. Tiba-tiba kurasakan terbang ke bulan semakin dekat.
-------------

Semalaman aku menempelkan satu persatu helai bulu itu dengan lilin di rangka sayap yang telah kubuat sebelumnya. Aku mengikatkan sayap buatanku yang kucontek dari sayap terbang milik Icarus itu di kedua pergelangan tangan dan punggungku.

Usaha pertama, kunaiki sebuah tebing yang tinggi. Kukumpulkan keberanianku dan pada hitungan ketiga, aku melompat…sekuat tenaga mengepakkan sayap..dan…jatuh.

Usaha kedua, aku mengaitkan badanku kesebuah ketapel raksasa. Begitu pengait kulepaskan, aku terlontar jauh, sekuat tenaga aku kepakkan sayapku…dan..jatuh terguling-guling..

Usaha ketiga, aku menunggu angin barat bertiup kencang, begitu angin datang…kukembangkan sayapku..hasilnya…alih-alih aku bergerak sejengkalpun mataku malah kelilipan pasir pantai barat.

Berpuluh-puluh usaha terbangpun telah kucoba termasuk berdiri di sebuah papan yang kuletakkan diatas batu, lalu kulemparkan batu diujung papan lainnya sehingga aku terpental keatas, namun hasilnya juga sama. Jatuh terjerembab.

Putus asa aku dibuatnya, hingga di suatu waktu di tengah malam, di hadapan langit yang terbentang, bintang gemintang membisikkan kalimat yang membuatku terperangah.
“Bujang…engkau telah berusaha sekuat tenaga agar kau berhasil menjumpai sang Rembulan tetapi tidak berhasil, tidakkah kau berpikir bahwa engkau telah terbang menjumpainya?”

Heh??? Tiba-tiba lonceng dalam kepalaku berdentang keras.
Bahwa jika kita telah berusaha sekuat tenaga melakukan sesuatu, dan pada titik akhir hasilnya nihil, maka sebenarnya kita telah menemukan apa yang kita capai, yaitu kenyataan. Sepahit apapun keadaannya kita harus menghadapinya.

Begitulah kawan…aku sebagai Pungguk memang saat ini tidak ditakdirkan untuk bersama Rembulan. Aku tidak mempunyai sepasang sayap yang terbentang untuk menemuinya. Tetapi dengan mimpi yang terus hidup di kepalaku, kenyataan yang harus kuhadapi menjadi semakin nikmat.

Biru Langit Vanilla

Semilir pagi membuai bahana
Merujam di antara kicau-kicau sang Prenjak
Surya terbit senyum ranum hijau daun
Menyeruak diantara rimbunan ranting Jati meranggas

Uhhhh
Hati..dimanakah engkau?
Semenjak pagi ketika terbangun sama sekali ku tak melihat batang hidungmu?
Padahal semalam semangat sekali engkau menderu debar.
Bercerita tentang masa lalu yang lucu.
Bercerita tentang impian
Dan bercerita tentang apapun…

------------------
Pada hitungan detik yang entah keberapa
Tak terasa mobil yang kutumpangi mulai menjauh dari kota ini..
Berjalan meliuk-meliuk melewati hutan Jati yang meranggas, lalu mendaki sebuah lereng bukit yang landai dengan pemandangan menakjubkan.
Mulanya ujung tanjakan ditumbuhi rimbunan Jati yang rapat, ketika berbelok rimbunan itu tersibak dan serta merta membuatku terenyuh karena aku semakin menjauh dari kota tersebut.

Aku bergetar ketika kutengok ke belakang
Nun jauh disana aku melihat hatiku tersenyum ranum.

Lalu kusadari, bahwa hatiku tertinggal di kota itu.



Blora, 31 July 2011