Pages

Saturday, October 8, 2011

Hujan Pertama

Hari ini hujan gak ya?
Jujur aku sangat mengharapkan hari ini hujan. Kenapa? karena semenjak kecil aku telah menandai efek dari sebuah turunnya hujan pertama.

Jadi jika hujan pertama turun pada awal bulan Oktober (tanggal 1-10 Oktober) dan terjadi pada sore hari, maka biasanya hujan akan mengguyur rutin setiap hari sesudahnya. Mengguyur antara jam 3 sore dan mulai reda menjelang pukul 4 sore. Mengguyur teratur dan lembut, seirama semilir angin, dan beraroma menyegarkan. Sesudah itu perlahan awan mendung tersibak berganti langit biru. Matahari menyinari dahan-dahan yang masih basah. Burung-burung kembali berkicau dan terbang.

Bunga-bunga Daffodil yang tumbuh liar sepanjang jalan kampung akan mekar kuning bersamaan. Rerumputan menghijau. Pun demikian dengan padi yang akan dipanen tepat waktu, bahkan pernah beberapa tahun lalu sempat panen dua kali. Mendadak semua orang menjadi riang gembira.

Biasanya dulu setelah hujan reda, aku dan teman-teman berlarian menyusuri jalanan kampung yang masih basah, lalu dengan isengnya aku goyangkan dahan-dahan pohon yang masih basah hingga membuat temanku yang dibawahnya basah. Lalu kami berebut jalan menyusuri parit kecil yang masih deras dialiri air hujan, membuat kapal-kapalan dari pelepah pisang dan beradu cepat hingga ke bantaran danau. Disana kami duduk bersidekap memandang Bangau-Bangau yang berenang kesana-kemari..
Kampungku begitu mempesona, seolah-olah surga dipindahkan ke kampungku.

Dan hujan syahdu itu akan berangsur lenyap hingga akhir Maret. Awal April hujan lenyap seketika. Tapi, di warung kopi masih bisa kita dengar orang-orang bercerita tentang pengalaman menakjubkan mereka sepanjang musim penghujan tersebut.

Namun jika hujan pertama tidak turun di awal bulan Oktober (walau telat barang satu hari) maka alam dipastikan kacau balau. Hujan turun tidak teratur, kadang pagi hari merepotkan orang yang hendak berangkat kerja, kadang turun malam hari merepotkan orang yang hendak ke masjid. Kadang menyebabkan banjir dan merugikan petani dan padi-padi mereka. Pun demikian dengan waktunya, kadang kala sepanjang hari namun adakalanya sebentar tak sampai 10 menit sehingga menbuat ibu-ibu jengkel karena tergopoh-gopoh mengambil jemuaran mereka.

Itulah kawan kenapa aku mengharapkan hujan turun sore ini. Hufff..tinggal 2 hari ya? kalo gak turun dalam dua hari ini gak kebayang deh.. :(

Thursday, October 6, 2011

Episode Sunyi

Hari ini akhirnya pulang juga, setelah sedari kemarin antara niat, hati, dan fisik, beradu argumen untuk memutuskan pulang ato tidak. Dan seperti biasa, mula-mula sampai depan rumah biasa saja, namun ketika membuka pintu suasana sunyi lenyi langsung menyergap. Ngilu sekali dada ini merasakan pemandangan rumah seperti ini. Aku hempaskan tubuhku di sofa ruang tamu, memandang kosong langit-langit dan menatap lama-lama foto-foto ayah yang terpajang di tembok.

Lagu-lagu lawas milik The Beatles terdengar dari rumah sebelah. Agak heran juga sebenarnya, karena tadi aku lihat rumah tetangga sebelah ramai, kursi-kursi berjejar, dan tenda parasut yang biasa digunakan untuk terjun payung terpasang. Oh iya aku baru ingat, sekarang tanggal 18, hari ini ada reunian alumni Nanggala India. Sekedar informasi, Nenggala India adalah suatu pendidikan  calon bintara teknik udara di India. Waktu itu sebanyak 1.690 siswa calon bintara teknik TNI AU dikirim secara bergelombang dari tahun 1960-1962 ke Bangalore dan Madras, India.

Aku jadi ingat ayah...
Meskipun beliau bukan salah satu dari almuni tersebut, tapi alangkah senangnya beliau jika bisa bertemu dengan senior-seniornya..
Seandainya beliau masih ada..

Ahhh..seandainya beliau masih ada...seandainya beliau masih ada...
Kenapa kalimat "seandainya beliau masih ada" selalu muncul di kepalaku ketika aku melihat kebahagiaan yang dirasakan orang lain? Aku cemburu pada mereka kah?

Tubuhku semakin dalam merebah di sofa dengan mata terpejam. Sayup-sayup terdengar derai tawa dan senandung lagu lawas mereka, membuat dada ini semakin ngilu saja..

Ya ampun Gusti
Ampunilah hambaMu ini..

Ngomong-nomong Soal Warung Kopi

Datang dan pergi tanpa permisi,
Apa rencana untuk mengisi weekend? gak ada, kecuali bersepeda, ngopi, Ngopi, dan ngopi.

Kali ini ngopi saya ditemani dengan Roti Berbedak Gula Halus (IDR 700an).
Tidak seperti biasanya, saya mencoba ngopi di Warung Kopi yang jaraknya lebih dekat dengan kost-an saya. Dan ternyata di sini lebih menyenangkan. Warungnya lebih kecil, sederhana, tapi bersahaja. Pemiliknya bertampang sangar, tubuhnya hitam, kekar, dan bertato di sekujur lengannya, tapi ramah. Setiap  orang-orang yang lewat selalu menyapanya.

Ngomong-ngomong soal Warung Kopi.
Di kota ini banyak sekali Warung Kopi bertebaran, tidak seperti di Jogja dimana disana Angkringan selalu ada di setiap gang-gang masuk kampung,  tapi sesungguhnya semuanya baik Warkop maupun Angkringan memiliki fungsi yang sama, yaitu sebagai pembentuk social culture. Di Warung Kopi, orang dapat betah duduk berlama-lama. Orang yang tidak kenal menjadi kenal, dan yang sudah kenal menjadi semakin kenal. Karena itu kopi dibuat dengan air mendidih, agar ada jeda waktu agar kopi tersebut mencapai tingkat hangat untuk bisa diminum.

Ngopi di Warung Kopi tidak sekedar menyeruput air gula berwarna hitam pekat, karena tidak ada orang di muka bumi ini yang menjadikan minum kopi sebagai usaha untuk mengatasi rasa haus, tapi bagi mereka warung kopi adalah tempat pelarian akan kesusahan dan kegembiraan.
Secara  teknis jika orang sedang mengalami kesusahan mereka akan duduk diam, ketika kopi datang perlahan akan dihirupnya aroma kopi tersebut dan diseruputnya perlahan. Sesudah itu pasti dia akan membagi kesusahan itu dengan orang-orang lain sehingga kesusahannya akan berkurang. Jika orang tersebut adalah pribadi yang tertutup, cukuplah dia duduk diam di bangku pojok sambil menghirup aroma kopi, baginya itu juga sudah cukup untuk mengurangi kesediahan

Nah kawan, jangan lah kalian sekali-kali meremehkan warung kopi yang bertebaran di pinggir-pinggir jalan, karena tahukah kalian bahwa sebuah sejarah bisa lahir di tempat itu? sekarang coba pikir:
Apa yang mereka lakukan ketika hendak menyerang penjajah?
Apa yang mereka lakukan ketika hendak menculik para jenderal?
Apa yang mereka lakukan ketika sedang merencanakan kudeta?
Saya pikir semua itu diawali di warung kopi, bagaimana merencanakannya, menyusun teknis pelaksanaan, menyusun anggaran, membentuk aliansi, perekrutan, berbagi informasi, dan lain-lain. hahahah

Itulah kawan..
Kopi itu ibarat cinta, kadang saya membayangkan jika Tuhan menurunkan hujan kopi, semua orang akan keluar rumah, melompat kegirangan sambil menengadahkan tangan, semuanya mendapat segenggam...semakin lama semakin tak tergenggam..