Datang dan pergi tanpa permisi,
Apa rencana untuk mengisi weekend? gak ada, kecuali bersepeda, ngopi, Ngopi, dan ngopi.
Kali ini ngopi saya ditemani dengan Roti Berbedak Gula Halus (IDR 700an).
Tidak
seperti biasanya, saya mencoba ngopi di Warung Kopi yang jaraknya lebih
dekat dengan kost-an saya. Dan ternyata di sini lebih menyenangkan.
Warungnya lebih kecil, sederhana, tapi bersahaja. Pemiliknya bertampang
sangar, tubuhnya hitam, kekar, dan bertato di sekujur lengannya, tapi
ramah. Setiap orang-orang yang lewat selalu menyapanya.
Ngomong-ngomong soal Warung Kopi.
Di
kota ini banyak sekali Warung Kopi bertebaran, tidak seperti di Jogja
dimana disana Angkringan selalu ada di setiap gang-gang masuk kampung,
tapi sesungguhnya semuanya baik Warkop maupun Angkringan memiliki fungsi
yang sama, yaitu sebagai pembentuk social culture. Di Warung Kopi,
orang dapat betah duduk berlama-lama. Orang yang tidak kenal menjadi
kenal, dan yang sudah kenal menjadi semakin kenal. Karena itu kopi
dibuat dengan air mendidih, agar ada jeda waktu agar kopi tersebut
mencapai tingkat hangat untuk bisa diminum.
Ngopi di
Warung Kopi tidak sekedar menyeruput air gula berwarna hitam pekat,
karena tidak ada orang di muka bumi ini yang menjadikan minum kopi
sebagai usaha untuk mengatasi rasa haus, tapi bagi mereka warung kopi
adalah tempat pelarian akan kesusahan dan kegembiraan.
Secara
teknis jika orang sedang mengalami kesusahan mereka akan duduk diam,
ketika kopi datang perlahan akan dihirupnya aroma kopi tersebut dan
diseruputnya perlahan. Sesudah itu pasti dia akan membagi kesusahan itu
dengan orang-orang lain sehingga kesusahannya akan berkurang. Jika orang
tersebut adalah pribadi yang tertutup, cukuplah dia duduk diam di
bangku pojok sambil menghirup aroma kopi, baginya itu juga sudah cukup
untuk mengurangi kesediahan
Nah kawan, jangan lah kalian
sekali-kali meremehkan warung kopi yang bertebaran di pinggir-pinggir
jalan, karena tahukah kalian bahwa sebuah sejarah bisa lahir di tempat
itu? sekarang coba pikir:
Apa yang mereka lakukan ketika hendak menyerang penjajah?
Apa yang mereka lakukan ketika hendak menculik para jenderal?
Apa yang mereka lakukan ketika sedang merencanakan kudeta?
Saya
pikir semua itu diawali di warung kopi, bagaimana merencanakannya,
menyusun teknis pelaksanaan, menyusun anggaran, membentuk aliansi,
perekrutan, berbagi informasi, dan lain-lain. hahahah
Itulah kawan..
Kopi
itu ibarat cinta, kadang saya membayangkan jika Tuhan menurunkan hujan
kopi, semua orang akan keluar rumah, melompat kegirangan sambil
menengadahkan tangan, semuanya mendapat segenggam...semakin lama semakin
tak tergenggam..
No comments:
Post a Comment