Rembulan termangu terang di atas pematang,
Bermuram durja Pungguk bersidekap pandang.
Tak kuasa atas terbang untuk menjumpai Rembulan.
“Lihat anakmu…seminggu kurus kerontang. Apa yang kau ajarkan padanya? macam orang gila…” kata ibu si Pungguk kepada ayah.
(Senyum simpul) “Hmmm..sudahlah ibu jangan kau khawatirkan dia”
Sejurus kemudian si ibu berteriak lantang memanggil
“Bujaaaaaaanggggg…masuuuukk!!!! Pulanglah kau nak… Kau pandangi rembulan tak akan jatuh dia..”
Sunyi
----------------
Ugghh Rembulan…
Siapakah namamu nona cantik?
Senyummu selalu ranum
Matamu selalu binar semunar
Wajahmu sinar gemebeyar
Aku
selalu memohon kepada Yang Maha Tinggi agar muncul sayap-sayap dari
ketiakku..kuncup..mengembang dan terbentang selebar sepuluh meter agar
aku bisa terbang menemuimu..
Kata orang mustahil
Kataku itu masuk akal
Kata
orang yang kujumpai di pasar, entah itu tukang ikan, tukang parkir,
sampai preman pasar mengatakan aku sinting dan menderita sakit gila
karena cinta.
Kataku cinta dan sakit gila berjalan hampir bersamaan.
Aku muak mendengar mereka meremahkanku.
Mulanya
aku bekerja serabutan membersihkan kandang ayam milik Wak Haji Jupri,
kuambili sedikit demi sedikit bulu ayam sebagai rencana awalku membuat
sayap untuk terbang menemui Rembulan, kadangkala sesekali kucabut bulu
si Jantan hingga pernah kepalaku dipatuknya ketika berjongkok waktu
berusaha mencabut bulunya.
Karena kurasa hasilnya tak
cukup memuaskan dan baru kusadari bahwa ayam tak bisa terbang, maka
kuputuskan mencoba cara lain, yaitu berburu Alap-alap. Sungguh bukan
main susahnya berburu bintang satu ini, untuk mencapai sarangnya saja
aku harus berjalan seharian dan harus mendaki tebing lumayan terjal.
Sampai di sarangnya pun aku masih disembur dengan ucapan sinis sang
Alap-alap.
“Hai bujang…mau apa kau kesini?!!”
“Maaf
Pak Cik Alap-alap, saya datang kesini untuk meminta bantuan Pak Cik,
kalo boleh Pak Cik, saya meminta bulu sayap Pak Cik yang sakti mandra
guna itu, untuk saya buat menjadi sepasang sayap yang akan saya gunakan
untuk terbang ke bulan”
“Hahahahahaha anak muda…selama hidupku aku
tidak pernah berjumpa dengan makhluk tolol dan menyedihkan sepertimu.
Aku tidak mau!!!”
“Tolonglah Pak Cik..sayap itu sangat berarti untuk saya”
“Bodoh amat..”
Alap-alap tersebut terbang, tak banyak pikir aku melompat dan mencengkeram erat bulu ekornya..
“Hoi..lepaskan!!!!”
“Tidak mau, sebelum Pak Cik memberikan beberapa helai bulu”
“Dasar keras kepala!!!”
Alap-alap
semakin terbang tinggi…lalu menukik dan terbang rendah, tubuhku yang
lusuh diseretnya di jalanan berbatu. Entah kenapa tak ada rasa takut
sedikipun aku dibuatnya dan aku semakin tak merasakan kesakitan. Kawan,
inilah mungkin yang kata orang-orang disebut dengan Kekuatan Cinta
Mengalahkan Segalanya.
Semakin dia menambah kecepatan
terbangnya cengkeramanku di buku ekornya semakin erat membuatnya
kesakitan lalu menggelepar-lepar di udara berusaha melepaskanku hingga
ribuan bulu-bulunya berterbangan. Mataku terpejam hingga bulu yang
kujadikan pegangan tercabut dan aku jatuh berguling-guling di gurun
bebatuan.
Si Alap-alap berteriak memaki-maki dan terbang jauh karena kesakitan.
Mataku
berbinar menyaksikan ribuan bulu Alap-alap kualitas super berserakan di
gurun itu. Tiba-tiba kurasakan terbang ke bulan semakin dekat.
-------------
Semalaman
aku menempelkan satu persatu helai bulu itu dengan lilin di rangka
sayap yang telah kubuat sebelumnya. Aku mengikatkan sayap buatanku yang
kucontek dari sayap terbang milik Icarus itu di kedua pergelangan tangan
dan punggungku.
Usaha pertama, kunaiki sebuah tebing yang tinggi. Kukumpulkan
keberanianku dan pada hitungan ketiga, aku melompat…sekuat tenaga
mengepakkan sayap..dan…jatuh.
Usaha kedua, aku mengaitkan
badanku kesebuah ketapel raksasa. Begitu pengait kulepaskan, aku
terlontar jauh, sekuat tenaga aku kepakkan sayapku…dan..jatuh
terguling-guling..
Usaha ketiga, aku menunggu angin barat
bertiup kencang, begitu angin datang…kukembangkan
sayapku..hasilnya…alih-alih aku bergerak sejengkalpun mataku malah
kelilipan pasir pantai barat.
Berpuluh-puluh usaha
terbangpun telah kucoba termasuk berdiri di sebuah papan yang kuletakkan
diatas batu, lalu kulemparkan batu diujung papan lainnya sehingga aku
terpental keatas, namun hasilnya juga sama. Jatuh terjerembab.
Putus
asa aku dibuatnya, hingga di suatu waktu di tengah malam, di hadapan
langit yang terbentang, bintang gemintang membisikkan kalimat yang
membuatku terperangah.
“Bujang…engkau telah berusaha sekuat tenaga
agar kau berhasil menjumpai sang Rembulan tetapi tidak berhasil,
tidakkah kau berpikir bahwa engkau telah terbang menjumpainya?”
Heh??? Tiba-tiba lonceng dalam kepalaku berdentang keras.
Bahwa
jika kita telah berusaha sekuat tenaga melakukan sesuatu, dan pada
titik akhir hasilnya nihil, maka sebenarnya kita telah menemukan apa
yang kita capai, yaitu kenyataan. Sepahit apapun keadaannya kita harus
menghadapinya.
Begitulah kawan…aku sebagai Pungguk memang
saat ini tidak ditakdirkan untuk bersama Rembulan. Aku tidak mempunyai
sepasang sayap yang terbentang untuk menemuinya. Tetapi dengan mimpi
yang terus hidup di kepalaku, kenyataan yang harus kuhadapi menjadi
semakin nikmat.