Pages

Thursday, October 6, 2011

Ngomong-nomong Soal Warung Kopi

Datang dan pergi tanpa permisi,
Apa rencana untuk mengisi weekend? gak ada, kecuali bersepeda, ngopi, Ngopi, dan ngopi.

Kali ini ngopi saya ditemani dengan Roti Berbedak Gula Halus (IDR 700an).
Tidak seperti biasanya, saya mencoba ngopi di Warung Kopi yang jaraknya lebih dekat dengan kost-an saya. Dan ternyata di sini lebih menyenangkan. Warungnya lebih kecil, sederhana, tapi bersahaja. Pemiliknya bertampang sangar, tubuhnya hitam, kekar, dan bertato di sekujur lengannya, tapi ramah. Setiap  orang-orang yang lewat selalu menyapanya.

Ngomong-ngomong soal Warung Kopi.
Di kota ini banyak sekali Warung Kopi bertebaran, tidak seperti di Jogja dimana disana Angkringan selalu ada di setiap gang-gang masuk kampung,  tapi sesungguhnya semuanya baik Warkop maupun Angkringan memiliki fungsi yang sama, yaitu sebagai pembentuk social culture. Di Warung Kopi, orang dapat betah duduk berlama-lama. Orang yang tidak kenal menjadi kenal, dan yang sudah kenal menjadi semakin kenal. Karena itu kopi dibuat dengan air mendidih, agar ada jeda waktu agar kopi tersebut mencapai tingkat hangat untuk bisa diminum.

Ngopi di Warung Kopi tidak sekedar menyeruput air gula berwarna hitam pekat, karena tidak ada orang di muka bumi ini yang menjadikan minum kopi sebagai usaha untuk mengatasi rasa haus, tapi bagi mereka warung kopi adalah tempat pelarian akan kesusahan dan kegembiraan.
Secara  teknis jika orang sedang mengalami kesusahan mereka akan duduk diam, ketika kopi datang perlahan akan dihirupnya aroma kopi tersebut dan diseruputnya perlahan. Sesudah itu pasti dia akan membagi kesusahan itu dengan orang-orang lain sehingga kesusahannya akan berkurang. Jika orang tersebut adalah pribadi yang tertutup, cukuplah dia duduk diam di bangku pojok sambil menghirup aroma kopi, baginya itu juga sudah cukup untuk mengurangi kesediahan

Nah kawan, jangan lah kalian sekali-kali meremehkan warung kopi yang bertebaran di pinggir-pinggir jalan, karena tahukah kalian bahwa sebuah sejarah bisa lahir di tempat itu? sekarang coba pikir:
Apa yang mereka lakukan ketika hendak menyerang penjajah?
Apa yang mereka lakukan ketika hendak menculik para jenderal?
Apa yang mereka lakukan ketika sedang merencanakan kudeta?
Saya pikir semua itu diawali di warung kopi, bagaimana merencanakannya, menyusun teknis pelaksanaan, menyusun anggaran, membentuk aliansi, perekrutan, berbagi informasi, dan lain-lain. hahahah

Itulah kawan..
Kopi itu ibarat cinta, kadang saya membayangkan jika Tuhan menurunkan hujan kopi, semua orang akan keluar rumah, melompat kegirangan sambil menengadahkan tangan, semuanya mendapat segenggam...semakin lama semakin tak tergenggam..





No comments:

Post a Comment