Pages

Saturday, December 19, 2009

Suporter Fanatik: Sebuah Perbandingan




Entahlah...harusnya tulisan ini saya tulis beberapa hari yang lalu ketika terjebak macet dan berada di tengah konvoi suporter fanatik sepakbola Surabaya.
Anda pasti tahu suporter mana itu...

Sebenarnya terlepas dari sikap anarkisme yang kerap mereka tunjukkan, mereka mempunyai kesetiaan yang tinggi terhadap klub, mereka rela mendukung dimana saja klub kesayangannya berlaga meskipun dengan dana terbatas, harusnya mereka mendapatkan hasil lebih dari klub. Prestasi misalnya...
Tidak hanya di level klub, di level Tim Nasional misalnya...lihatlah ketika Timnas Indonesia berlaga di Gelora Bung Karno...semua tribun memerah dan gemuruh Indonesia Raya membuat suasana penuh nasionalisme, tapi apa yang kita dapat?

Negara ini sebenarnya telah mencukupi semua persyaratan menjadi negara dengan kekuatan sepakbola yang diperhitungkan. Siapa yang meragukan kemampuan Bambang Pamungkas dkk? Siapa yang meragukan keloyalitasan suporter fanatik kita? Siapa yang bisa menyaingi Stadion SUGBK kita di Asia Tenggara? Tapi satu yang tidak kita miliki... KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMAN SEPAKBOLA YANG HANDAL...

Okelah..kita kembali ke masalah suporter.
Jika melihat perbedaan antara suporter Indonesia dengan negara-negara lain, misalnya di Eropa, betapa banyak perbedaan-perbedaan yang menonjol, khususnya misi-misi yang dibawa suporter tersebut. Di Indonesia...loyalitas yang ditunjukkan suporter hanya sebagai bentuk dukungan terhadap klub yang dibelanya. Tapi jika kita melihat di negara-negara Eropa, biasanya suporter tersebut membawa misi khusus misalnya masalah politik dan identitas etnis.

Contohnya di Spanyol, Spanyol mempunyai banyak suporter sepakbola yang memperjuangkan aliran politik mereka. Hal ini disebabkan karena sejarah masa lalu Spanyol. Ketika rezim diktator Francisco Franco berkuasa, Real Madrid dijadikan pemimpin fasis tersebut sebagai simbol Spanyol. Ketika Catalan bangga dengan Barcelona sebagai identitas etnisnya, Franco merangkul Espanyol dan menjadi rival Barcelona. Di daerah Basque, untuk meredam kekuatan Athletic Bilbao yang juga merupakan bentuk identitas etnis Basque yang ingin merdeka dan lepas dari pemerintahan Spanyol, pemerintah menghidupkan klub Real Sociedad sebagai kekuatan oposisi. Franco juga menanamkan pengaruhnya di wilayah Andalusia dengan membentuk Real Betis Balompie sebagai upaya menandingi Sevilla.  Jadi anda bisa liha ketika klub yang beda aliran politik tersebut berlaga, maka tak jarang kerusuhan berbau politik akan terjadi.

Di Italia, laga Roma dan Lazio bukan hanya mempertemukan rivalitas masyarakat urban (basis mayoritas pendukung Roma) dan daerah suburban (basis Lazio), melainkan dua basis tifosi fanatik mereka yang secara politis berseberangan. Irriducibili adalah kelompok fanatik yang mendominasi Lazio dengan kader-kader fasis yang juga rasis beraliran eksterm kanan. Kekuatan mereka disaingi dengan kelompok fanatik Roma, Fedayn, yang beraliran ekstrim kiri. Fedayn juga mendominasi tifosi Livorno.
Selain masalah politik...rasism merupakan masalah besar yang dibawa dalam sepakbola italia. Sejarah Italia di masa lalu ketika dipimpin oleh diktator Benito Mussolini telah meninggalkan jejak yang nampaknya sulit dihilangkan dari sepakbloa Italia, khusunya perilaku para tifosi.

Belum lagi perilaku Hooligan di negara-negara seperti Inggris, Jerman, dan Belanda...

Wuih...itulah gambaran perbadaan suporter Indonesia dengan suporter di negara lain yang punya sejarah panjang dan kebanggaan tinggi terhadap identitas klub mereka. Klub adalah representasi simbol perjuangan mereka. Apapun perbedaan antara suporter Indonesia dengan mereka di Eropa, saya yakin filosofi mereka sama...
"...APAPUN...ASAL TIDAK KALAH"


....................................
Penulis adalah penggemar sepakbola
Data diolah dari berbagai sumber.

Tuesday, December 15, 2009

Negeri Jenaka




Enaknya menjadi pelawak adalah mereka dapat menyembunyikan kebodohan mereka... Walaupun mereka bodoh...tapi orang menilai bahwa mereka itu sedang melawak.

Lantas apakah kebodohan itu lucu sampai-sampai harus ditertawakan?
Bagaimana dengan kemiskinan? Bukannya awal dari kemiskinan salah satunya adalah kebodohan?
Apakah hal itu juga pantas untuk ditertawakan?
Ditertawakan tidak...tapi dibiarkan iya...

Betap kita ini hidup di negara yang penuh kejenakaan...
Kita hidup di negara yang gemah ripah loh jinawi, tapi mana hasilnya?
Mana yang katanya tanah kita subur? Sedangkan kenyataannya banyak yang kelaparan dan perutnya membuncit dan membusung...
Mana yang katanya kita kaya akan hasil minyak? Herankah karena kita masih saja mengimpor minyak?

Kita hidup di negara yang menjunjung ke-Bhinika Tunggal Ika-an, tapi mana buktinya?
Mana yang katanya kita menghargai keanekaragaman? Sedangkan kita saling bunuh dengan saudara kerena perbedaan Suku, Agama, Ras...

Belum lagi termasuk menemukan 11 orang yang jago sepak bola...punyakah kita? Bagaimana dengan anak-anak kecil yang bermain sepak bola tiap sore...tidak adakah bibit-bibit yang unggul di antara anak-anak itu? Rasanya kok sedih banget hati ini ketika Timnas kita dibantai oleh tim-tim negara lain...
Belum malu kah kita masih menyebut sepak bola sebagai olahraga paling populer di negara ini?
Padahal pemerintah telah berkorban banyak demi sepak bola kita. Ini membuktikan dengan dana yang besar tampaknya prestasi sepakbola kita masih jauh dari harapan. Jangankan untuk bertanding di level internasional, di liga domestik saja pemain dengan gaji hingga ratusan juta perbulan tidak menunjukkan kualitas yang baik, bahkan untuk membuat pertandingan lebih menarik, kadang mereka sampai harus adu pukul dan ramai-ramai memukuli wasit..

Bagaimana dengan suara rakyat?
Apakah di negara demokrasi ini suara akar rumput berguna hanya ketika pemilihan presiden dan parlemen dilangsungkan? Bagaimana sesudahnya?

Bagaimana dengan hiruk-pikuk politik di negeri ini?
Tidakkah terpikirkan oleh mereka untuk membangun negara ini menjadi negara yang besar? Bukannya malah sibuk memperjuangkan tujuan politiknya masing-masing...


Bagaimana dengan ini...
Bagaimana dengan itu...
Yah...banyak masalah di negara jenaka ini...katanya ini...eee..ternyata jadinya malah itu...

Bagaimana mengatasinya?
Satu saran dari akar rumput...
Semua terletak pada seorang pemimpin...
Pemimpin yang bisa memimpin, berani, dan tegas dalam mengambil keputusan...
Apakah harus pintar?
Bukannya pemimpin itu punya pembantu (menteri), mestinya pembantunya itu yang harus pintar...karena harus bisa mengaplkasikan visi misi sang pemimpin.
Lalu?
Kalo pintar, sebaiknya jangan jadi pemimpin, tapi jadilah Guru Bangsa
Jadi?
Harus berani dan tegas dalam mengambil keputusan...
Apalagi di Negeri Jenaka ini


-----------------------

Monday, December 14, 2009

Algojo Di Sungai Merah


Kemudian…
Digiringlah pemuda-pemuda anggota organisasi underbow-nya itu berjalan menuju pinggir sungai…
Diperintahkanlah mereka berlutut berjajar membelakangi Jarwo…
Ditumpuklah atribut mereka berupa bendera merah bergambar palu arit...
Dibakarlah tumpukan tersebut hingga membara…

Dengan parang terhunus…
Berteriaklah Jarwo dengan lantang…

Disinilah aku…
Dengan parang di tanganku…
Dibawah langit kelabu…
Yang mengharu biru…

Kubuat air sungai ini menjadi merah…
Merah karena darah…
Darah yang mengalir dari leher yang merekah…
Dan raga yang terbelah…

Kemudian…
Ditundukkannya kepala salah satu pemuda itu menghadap tanah…
Diacungkannya parang itu keatas…
Dan diayunkannya tepat ke tengkuk…
Jresss…
Sekali tebas…lepaslah kepala itu…
Dan diulanginya kepada yang lain yang berjumlah 20 orang itu…

Tersisalah jasad tanpa kepala...
Entah dimana sang kepala...
Oh itu dia...menggelinding...
Tercebur kedalam sungai...

Bukan keringat yang membasahi dahi Jarwo…
Tapi darah…
Darah yang muncrat dari tengkuk…
Darah yang mengalir dari badan dan kepala yang terbelah...

Dibuanglah satu persatu jasad tanpa kepala tersebut ke sungai...
Sampailah kepada jasad terakhir...
Jarwo mengambil sisa bendera yang belum hangus terbakar...
Diikatkan ke kayu runcing...
Ditancapkanlah ke dada jasad terakhir...
Dan dibuanglah jasad tanpa kepala tersebut...
Jadilah dia jasad terapung dengan bendera palu arit tertancap di dada...

Jadilah sungai itu berwarna merah darah...
Yang kelak kemudian hari disebut Sungai Merah…


-------------------------
Terinspirasi dari bukunya Hermawan Sulistiyo

PALU ARIT DI LADANG TEBU

Menjelaskan Mitos Secara Ilmiah


Betapa kita ini hidup di masyarakat yang masih mempercayai adanya mitos. Sebagai orang yang tumbuh dan berkembang di masyarakat desa, penulis sebenarnya pada awalnya percaya saja...lha gimana tidak percaya...lha wong biasanya para orang-orang tua menceritakan mitos tersebut disertai dengan ancaman-ancaman yang mungkin bagi anak-anak sangat menakutkan kalo tidak mempercayainya...

Tapi sebenarnya...mitos-mitos yang berkembang tersebut bisa dijelaskan secara ilmiah. Kalaupun mitos tersebut menimbulkan suatu kenyataan, ya memang hal tersebut bersifat alami.

Penulis jadi teringat akan Babad Tanah Jawi nya A.S Laksana yang ditulis sangat singkat sesingkat-singkatnya...dan diberi judul Sejarah Nabi Adam dan Raja-Raja. Ada tulisan begini:
"Adapun mengenai Jaka Tingkir, ia akhirnya menjadi raja dan memindahkan kerajaannya ke Pajang. Anak angkatnya, Raden Ngabehi Loring Pasar, menaklukkan Pajang sepeninggal Jaka Tingkir. Pemuda Loring Pasar ini mendirikan Mataram dan mengubah namanya menjadi Panembahan Senopati karena sudah tidak lagi tinggal di utara pasar. Untuk memperkuat pemerintahannya, Senopati memperistri jin penguasa lautan, yakni Nyai Roro Kidul. Bu Nyai memegang hak monopoli atas warna hijau. Konon, ia tak suka jika Anda pergi ke Pantai Parangtritis mengenakan pakaian warna hijau. Bisa dilalap ombak, Sampean."
Nah...cerita tentang larangan berpakaian warna hijau itulah yang menjadi mitos di daerah Laut Selatan, contohnya Pantai Parangtritis di Yogyakarta sampai sekarang. Katanya kalo pakai pakaian warna hijau...anda akan kena sial...anda akan diterjang ombak dan tenggelam... Anda percaya itu?
Sebaiknya percaya saja...karena hal itu ada penjelasan ilmiahnya...

Penjelasannya:
Anda tau kan bagaimana dasyatnya ombak Pantai Selatan? Kalo anda mengenakan pakaian hijau dan anda bermain-main dan berenang disana...trus anda terseret ombak...otomatis anda tidak akan kelihatan oleh orang sekitar...karena warna pakaian anda yang hijau tersamarkan oleh warna laut...jadinya orang-orang yang ingin menyelamatkan anda tidak tau keberadaan anda...maka anda akan tidak terselamatkan....kecuali anda perenang hebat.

Ada juga mitos yang berkembang di obyek wisata Besuki, Kediri, Jawa Timur. Disana kita bisa melihat air terjun Irenggolo yang sangat indah. Ketika SMA, penulis dulu pernah camping disana.
Masih ingat betul, ada suatu kepercayaan penduduk setempat tentang adanya sumber mata air yang bisa membuat awet muda dan menyembuhkan penyakit. Sumber air tersebut terletak di lereng gunung yang berjarak sekitar (mungkin) 1 km dari tempat penulis camping, jalannya sangat terjal menuruni tebing. Memang sih disana ada semacam aliran air kecil yang oleh penduduk setempat dipasangi bambu sebagai pipa. Kata penduduk setempat, jika anda setiap pagi-pagi buta mengambil air tersebut dan mengusapkan ke muka anda maka anda akan awet muda. Selain itu air tesebut berguna menyembuhkan berbagai penyakit.

Percayakah anda? Hahaha...sebenarnya ada penjelasan ilmiahnya...
Gimana mau tidak awet muda, lha wong itu sama artinya mengajak anda olah raga lari-lari pagi kok...jadi bukan karena airnya, tapi perjalanan ke mata airnya itulah yang membuat anda sehat...apalagi dilakukan pagi-pagi...
Hahaha...ada-ada saja orang-orang itu...

Trus juga ada mitos semasa penulis kecil dulu. tidak boleh menduduki bantal, katanya bisa bisulan (bisul).
Penjelasannya: Jika kita duduk disuatu tempat dan tidak tau tempat tersebut kotor atau tidak, lalu kita duduk di bantal, otomatis kotoran atau bakteri yang menempel di celana kita akan berpindah ke bantal. Lalu bantal tersebut kita pakai untuk tidur...dan berpindahlah bakteri tersebut ke muka kita...akhirnya bisa muncul gatal-gatal dan bahkan mungkin bisul...
hwehehehehe...

Dan masih banyak mitos-mitos yang berkembang yang penulis yakin pasti ada penjelasan ilmiahnya...

Mitos sengaja dibuat agar kita berhati-hati. Dan cara penyampaian mitospun dibuat berdasarkan kultur masyarakat kita. Akhirnya kita harus mencerna dan berpikir secara logika dan ilmiah bahwa sesuatu pasti dapat dijelaskan.
Wew...

Friday, December 11, 2009

Indomie Indonesia Dan Nigeria


Indomie...
Makanan instan ini sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia...
Semua pernah makan makanan instan ini...
Apalagi bagi anak kost...sudah menjadi kewajiban untuk memiliki makanan wajib di lemarinya...termasuk penulis...hahahaha...

Penulis jadi teringat akan sebuah link yang mengatakan bahwa Indomie menjadi makanan pokok di Nigeria.

Sebagai masyarakat Indonesia yang sudah sangat menyatu dengan makanan tersebut, apalagi sampai-sampai jingle mie instan tersebut dijadilkan jingle kampanye salah satu incumbent dalam Pemilu 2009 lalu, bagaimana sikap kita menghadapinya?

Apakah anda memperlakukan Nigeria seperti Malaysia ketika mengklaim Rendang sebagai budaya kuliner negeri mereka? Ataukah anda berbangga dengan hal tersebut mengingat makanan buatan kita menjadi primadona di negeri orang nan jauh disana?

Oke perlu diingat...
Bahan baku Indomie itu kan gandum...kita tidak menanam gandum, karena kita menanam padi. Gandum yang dibuat Indomie itu diimpor dari Australia. Jadi jangan pernah menganggap Indomie itu makanan pokok kita. Entah jika suatu saat nanti kita bisa mengganti gandum tersebut dengan ubi-ubian, sagu, atau sukun. Setidaknya hal itu mengurangi impor gandum kita dan benar-benar menjadikan Indomie menjadi makanan asli Indonesia.
Bukankah ada pepatah baku di kehidupan kita yang berbunyi:
"Orang Indonesia kalo belum makan nasi belum kenyang"???.

Selain itu...makanan seperti Indomie dan mie instan lainnya itu kan sarat MSG dan zat pengawet lainnya, jadi kita tidak usahlah membela berlebihan tentang masalah ini. Malah sebaiknya kita mencoba untuk mengurangi menkonsumsi mie instan.

Wah...jadi ingat betapa teman penulis pernah masuk rumah sakit gara-gara infeksi lambung, katanya dia kebanyakan makan mie instan. Tapi penulis tidak bisa memungkiri bahwa Indomie telah menyelamatkan kami para korban Gempa Jogja 2006 silam dari kelaparan, mengingat pada waktu itu tiap rumah mendapat bantuan 3 kardus mie instant. Hahahaha...

----------------
Just fun aja...

Kurawa dan Pandawa Dalam Konsep Hitam Putih



Anda suka wayang?
Jika tidak suka, setidaknya ada pernah dengar tentang Pendawa dan Kurawa kan?

Pendawa merupakan 5 (lima) bersaudara terdiri dari : Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa
Para Pandawa terdiri dari lima orang pangeran, Yudistira, Bima, Arjuna merupakan putra kandung Dewi Kunti sedangkan yang lainnya Nakula dan Sadewa merupakan putra kandung Madri, namun ayah mereka sama, yaitu Pandudewananta.

Kurawa terdiri dari 100 bersaudara.
Diceritakan bahwa Gandari, isteri Prabu Destarasetra, menginginkan seratus putra. Kemudian Gandari memohon kepada Byasa, seorang pertapa sakti, dan beliau mengabulkannya. Gandari menjadi hamil, namun setelah lama ia mengandung, puteranya belum juga lahir. Ia menjadi cemburu kepada Dewi Kunti yang sudah memberikan Pandudewananta tiga orang putra. Gandari menjadi frustasi kemudian memukul-mukul kandungannya. Setelah melalui masa persalinan, yang lahir dari rahimnya hanyalah segumpal daging. Byasa kemudian memotong-motong daging tersebut menjadi seratus bagian dan memasukkannya ke dalam guci, yang kemudian ditanam ke dalam tanah selama satu tahun. Setelah satu tahun, guci tersebut dibuka kembali dan dari dalam setiap guci, munculah bayi laki-laki, yaitu:
Duryodana (Suyodana), Dursusana (Duhsasana), Abaswa, Adityaketu, Alobha, Anadhresya (Hanyadresya), Anudhara (Hanudhara), Anuradh, Anuwinda (Anuwenda), Aparajita, Aswaketu, Bahwasi (Balaki), Balawardana, Bhagadatta (Bogadenta), Bima, Bimabala, Bimadewa, Bimarata (Bimaratha), Carucitra, Citradharma, Citrakala, Citaraksa, Citralaksya, Citrang, Citrasanda, Citrasraya, Citrawarman, Dharpasandha, Dhreksetra, Dirgaroma, Dirghabahu, Dirghacitra, Dredhahasta, Dredhawarman, Dredhayuda, Dretapara
Duhpradharsana, Duhsa, Duhsah, Durbalaki, Durbharata, Durdharsa, Durmada, Durmarsana, Durmukha, Durwimocana, Duskarna, Dusparajaya, Duspramana, Hayabahu, Jalasandha, Jarasanda, Jayawikata, Kanakadhwaja, Kanakayu, Karna, Kawacin, Krathana (Kratana), Kundabhedi, Kundadhara, Mahabahu, Mahacitra, Nandaka, Pandikunda, Prabhata, Pramathi, Rodrakarma (Rudrakarman), Sala, Sama, Satwa, Satyasanda, Senani, Sokarti, Subahu, Sudatra, Suddha (Korawa), Sugrama, Suhasta, Sukasananda, Sulokacitra, Surasakti, Tandasraya, Ugra, Ugrasena, Ugrasrayi, Ugrayudha, Upacitra, Upanandaka, Urnanaba, Wedha, Wicitrihatana, Wikala, Wikatanana, Winda, Wirabahu, Wirada, Wisakti, Wiwitsu, Wyudoru (Wiyudarus).

SILSILAH KELUARGA PENDAWA DAN KURAWA


Dalam cerita pewayangan Pendawa digambarkan sebagai tokoh protagonis dan berjuang demi kebaikan, sedangkan Kurawa merupakan antagonis yang digambarkan sangat licik dan jahat. Sehingga terjadilah perselisihan diantara keduanya. Puncaknya terjadilah peperangan antara Kurawa dan Pendawa, dan perang tersebut terjadi di medan perang yang disebut Padang Kurusetra. Perang antara Kurawa dengan Pendawa dikenal dengan nama Perang Barathayudha.



Nah...pertanyaannya siapa sih yang salah? Kurawa atau Pendawa?

Kita mungkin hanya melihat peristiwa tersebut dalam konsep hitam dan putih, kejahatan vs kebaikan. Sudah menjadi cerita baku yang tidak dapat diganggu gugat jika Kurawa itu jahat sedangkan Pendawa itu baik. Coba kita melihatnya dari sisi lain. Anggap saja Pendawa itu memang baik, tidak sombong, tidak gila harta dan tahta, dan bijaksana. Sedangkan Kurawa kita anggap sebagai orang-orang yang sedang melangkah menuju sikap seperti Pandawa itu. Kurawa berbuat macam-macam itu hanya karena belum matang jiwanya. Maka, kewajiban Pandawa adalah mengalahkan Kurawa, supaya bisa diarahkan ke jalan yang baik.

Oke...kembali ke pertanyaan awal...
Siapa yang salah?
Kata Gus Dur dalam guyonannya dengan Sujiwo Tejo, yang salah dalam perselisihan Pendawa dengan Kurawa adalah sang Dalang...
Dalang???
Hahahahaha...
Lha iya toh...padahal kita dapat melihat bahwa Kurawa itu belum dewasa...belum matang...sehingga perlu diarahkan ke jalan yang benar, tapi kok yo tetep aja dipersalahkan.

Seperti di kehidupan ini. Dunia ini tidak tebentuk dari hitam putih. Semua perlu dibuktikan.



-------------------------
Tulisan ini terinspirasi dari guyonan Gus Dur

Thursday, December 10, 2009

Sertijab DANSATRAD 222


Satuan Radar (SATRAD 222) Ploso mempunyai Komandan baru. Pada Sabtu, 05 Desember 2009 diadakan upacara serah terima jabatan dari Letkol Lek Roy Romanza Bacthiar, SIP kepada Mayor Lek Benny Zurianto, ST. Upacara Sertijab itu sendiri dipimpin oleh Panglima Kosek Hanudnas II Marsma TNI John Dalas Sembiring, SE

Seperti penggantian pada umumnya dilingkungan TNI, hal itu merupakan perwujudan pembinaan personel dengan pemberian tugas baru, pengalaman baru dan cakrawala pandang yang lebih luas sehingga pada akhirnya akan mampu memikul tugas dan tanggung jawab yang lebih besar.

SATRAD 222 Ploso merupakan salah satu dari bagian alat utama sistem persenjataan yang dimiliki TNI-AU dan berada dibawah Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional II. Berdiri pada tahun 1962 di Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang. Dalam sejarahnya, SATRAD 222 mengalami perubahan-perubahan organisasi dan Komando sebagai berikut:
  1. Tahun 1962 s/d 1963 bernama Skadron Radar 224 sebagai Fighter Recovery Radar.
  2. Tahun 1963 s/d 1964 bernama Stasiun Radar 224 sebagai Fighter Recovery Radar.
  3. Tahun 1964 s/d 1975 bernama Kesatuan Radar VI dibawah pembinaan Wing 200 Solo, sempat tidak dapat melaksanakan tugas karena kerusakan antara tahun 1964 s/d 1965. Tahun 1967 diadakan Radar Re-assembling, tahun 1972 dapat kembali beroperasi penuh sebagai Fighter Recovery Radar.
  4. Tahun 1975 s/d 1981 bernama Satuan Radar Ploso dibawah pembinaan Kosek II Surabaya.
  5. Tahun 1981 s/d 2004 bernama Satuan Radar 253 Ploso berfungsi sebagai Ground Control Interceptor Radar.
  6. Tahun 2004 berganti nama menjadi Satuan Radar 222.

Dari awal berdirinya Satrad 222 Ploso sudah terlibat dalam berbagai tugas operasi antara lain :
  1. Tahun 1962 bertugas sebagai Fighter Recovery Radar terlibat langsung dalam Operasi Trikora.
  2. Tahun 1963 bertugas utama sebagai Fighter Recovery Radar terlibat dalam Operasi Dwikora.
  3. Tahun 1981 berubah fungsi sebagai Ground Control Interceptor Radar, terlibat dalam Operasi Jaga Baya.
  4. Tahun 2001 sebagian anggota terlibat Operasi Timor Barat yang dilaksanakan di Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Selamat kepada Mayor Lek Benny Zurianto, ST. Semoga menjadi pemimpin yang hebat bagi kemajuan SATRAD 222 dan menjalin hubungan yang lebih baik dengan pemerintah daerah, Kesatuan-kesatuan lain, Purnawirawan, dan masyarakat sekitar.


----------------------------
Penulis adalah warga yang tinggal di lingkungan SATRAD 222 dan beberapa data di tulisan ini diambil dari berbagai sumber.

Friday, December 4, 2009

Berkah Bagi Media di Indonesia



Menyaksikan berita di televisi...menggambarkan sebegitu parahnya kondisi negara ini...Sekarang ini masih runyam tentang ramai-ramainya masalah politik dan hukum..tetapi tunggulah nanti pas musim hujan benar2 tiba..kita bakalan disuguhkan berita memilukan. Entah dimulai darimana memilukan itu. Bisa musibah yang disebabkan oleh alam atau kecelakaan demi kecelakaan transportasi darat, laut, ataupun udara...

Rindukah kalian dengan siaran berita ketika Orde Baru???

Jika mencoba mengingat tahun 1990an ato sebelumnya tepatnya sebelum Orde Baru jatuh...betapa jauhnya perbedaannya mengenai berita yang disiarkan ke masyarakat. Tidak ada tuh yg namanya konflik...jarang pula berita tentang demo yang berakhir anarkis...jangankan anarkis, lha wong demo saja belum tentu ada...
Berita-berita yang disiarkan adalah berita-berita mengenai keberhasilan pemerintah...tentang keberhasilan swasembada beras...panen raya yang menayangkan gambar presiden dengan senyuman khasnya memakai topi camping, memanen padi kemudian mengangkat tangan sambil mengenggam seikat padi yang menguning...
Atau kunjungan pejabat pemerintah ke daerah-daerah terpencil dan mengatakan keberhasilannya dalam membangun jalan dan jembatan...mereka disambut masyarakat dengan tarian-tarian daerah, jamuan serba mewah dan desa mereka mungkin sengaja dibuat rapi.




Tapi itu semua wajarlah...kenapa? Lha wong..pada saat itu stasiun televisinya cuman satu...dan sudah dibooking pemerintah kok...kalau sudah dibooking kan bisa diapain aja? termasuk sebagai corong pemerintah mungkin..jadi yang diberitakan ya keberhasilan pemerintah saja...

Yah itulah masa lalu...sekarang media kita cerdas...menyampaikan hal-hal tanpa intervensi pihak manapun. Tapi kalo beritanya tentang Century, Polri-KPK, ketidakadilan hukum, dll lama-lama yo bosen rek...

Bayangkan saja...pulang kerja. kan cuapek buanget tuh...abis mandi sambil tiduran liat televisi...
Duh...berita ini terus...kayak gak ada berita yang lain aja. Bahkan ada dua stasiun televisi yang khusus mendedikasikan dirinya hanya untuk berita, tapi berita yang disiarkan sepanjang hari melulu tentang itu..

Jadi tambah penasaran... Gimana ya siaran berita di negara-negara maju seperti Swiss misalnya. Kenapa Swiss? karena setahu penulis negara yang adem ayem yang muncul di otak penulis adalah Swiss. Apa yang diberitakan disana ya? Konflik tidak ada...masalah ekonomi cukup baik..hukum terjaga... Mungkin kalo wartawan Indonesia dipekerjakan disana akan sangat membosankan baginya...gak ada yg seru...banyak nganggurnya malah...
Misalnya lho ini..secara penulis kan belum pernah ke Swiss atau melihat siaran berita Swiss.



Jadi dapat disimpulkan bahwa kejadian-kejadian yang tidak mengenakkan di negeri ini sangat menguntungkan bagi sebagian pihak..siapakah dia? ya tentunya Media... Semakin bayaknya kasus, bagi mereka adalah berkah...
Berkah karena mereka bisa berlomba-lomba mencari informasi dan menyuguhkan secara menarik...dan hasilnya tentu bisa diapresiasi...
Berkah juga membuka lapangan pekerjaan khususnya Wartawan...
Berkah juga bagi narasumber yang diundang Media...

Yup Berkah...meskipun ada sebagian pihak yang menjadi obyek menjadi pesakitan...
Hehehehehe...