Petani di negara agraris adalah pekerjaan yang mulia dan berjasa karena sebagai garda terdepan dalam ketahanan pangan negara. Tetapi di Indonesia nasib petani adalah sebaliknya. Ketika harga hasil pertanian membumbung tinggi seperti harga beras, gula, atau tanaman musiman, logikanya petani meraup untung, tetapi kenyataannya hal itu tidak berpengaruh kepada kesejahteraan petani
Kendala yang dihadapi para petani tercinta kenapa mereka tidak bisa hidup sejahtera adalah:
- Sekitar 65 % petani kita itu adalah buruh tani, yakni menggarap lahan milik orang lain dengan sistem bagi hasil.
- Petani juga belum bisa menjual hasil pertaniannya ke Bulog karena ada beberapa syarat tertentu yang dipatok oleh Bulog, misalnya Bulog menolak membeli gabah petani dengan harga mahal terhadap gabah yang kadar airnya terlalu tinggi dari batas yg ditetapkan, sehingga petani harus mengeluarkan biaya lagi.
- Semakin langka dan mahalnya pupuk.
Ayolah...sudah saatnya pemerintah benar-benar memperhatikan nasib para petani, karena dipundak merekalah ketahanan pangan negara ini berada. Belum lagi masalah pertanian di sektor lainnya seperti semakin sempitnya lahan pertanian, karena dengan gampangnya semua diubah menjadi perumahan dan industri. Atau juga beredarnya beras impor dengan harga murah yang tentu saja merugikan petani.
Malu lah kita ini disebut negara agraris, negeri gemah ripah loh jinawi..
Apakah nasib petani baru benar2 diperhatikan hanya ketika musim kampanye saja?
" Nanti Indonesia akan mengekspor beras!!!!!"
" Nanti harga bahan pokok turun!!!!"
" Saya pembela petani!!!!"
Begitulah mereka teriak2 pas kampanye dihadapan para petani..
No comments:
Post a Comment