Pages

Tuesday, October 5, 2010

TNI dan Terorisme



Kawan..
Hari ini 05 Oktober 2010 Tentara Nasional Indonesia (TNI) kita genap berusia 65 tahun. Di usia yang semakin dewasa itu TNI dihadapkan pada masalah terorisme. Beberapa hari ini kita disuguhkan berita tentang gerombolan bersenjata di Sumatra Utara, yang menurut analisa gerombolan tersebut terkait dengan gerakan terorisme yang ingin menjadikan wilayah tersebut mirip Moro di Filipina dan Thailand Selatan sebagai basis kegiatan terorisme mereka.

Sungguh...mungkin miris yang dirasakan anggota TNI ketika TNI tidak dilibatkan dalam penanggulangan terorisme. Padahal sesuai UU TNI No. 34/2004, TNI mempunyai kewajiban menjaga keutuhan NKRI dari berbagai ancaman. Dan terorisme merupakan ancaman yang paling nyata saat ini. Apakah TNI rela hanya menjadi penonton aksi DenBagus88???

Sungguh betapa saya ingin TNI dilibatkan dalam penumpasan gerakan teroris semacam itu. Karena TNI mempunyai kemampuan tempur dan kemampuan intelijen yang sangat hebat. TNI juga mempunyai unit pasukan anti teror di tiap ketiga matra, seperti Den81 Gultor (Kopassus), DenJaka (Marinir), dan DenBravo (Kopaskhas). Tapi mengapa hanya Polri yang diberikan wewenang untuk menindak para teroris?

Kenapa???

Pertama
Sejak reformasi, konstitusi dengan jelas membagi fungsi pertahanan serta fungsi keamanan dan ketertiban. Pasal 30 UUD 1945 hasil amendemen kedua menyebutkan TNI bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. Sedangkan polisi bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.

Nah...apalah daya bagi TNI, pasalnya terorisme di Indonesia dikategorikan sebagai tindakan kriminal, jadi penindakannya tentu harus melibatkan aparat penegak hukum. Jadi masalah terorisme jelas-jelas adalah tanggung jawab Polri sebagai aparat penegak hukum.

Kedua
Hal ini tidak lepas dari masa lalu TNI dan Politik Luar Negeri Amerika Serikat.
Pasca tragedi 9/11 tahun 2001, politik luar negeri Amerika Serikat berubah menjadi lebih offensif terhadap negara-negara yang disinyalir merupakan tempat tumbuh berkembangnya gerakan terorisme. Kebijakan prefentif Amerika Serikat juga diterapkan negara-negara sekutunya dan negara-negara berkembang lainnya dengan cara menjalin kerjasama dengan membentuk unit pasukan khusus antiteror, tidak terkecuali dengan Indonesia. Di Indonesia sendiri, terorisme menjadi ancaman nyata dan membahayakan keamanan negara. Pasca Bom Bali I tahun 2002, Indonesia menjadi sangat rentan terhadap serangan teroris. Jadi Indonesia juga mempunyai kewajiban untuk memerangi terorisme.

Di Indonesia, tanggung jawab dalam memberantas aksi terorisme berada di tangan TNI. Secara normatif, tugas TNI dalam penanggulangan terorisme merupakan bagian dari tugas pokok TNI untuk menjalankan Operasi Militer Selain Perang sebagaimana ditegaskan dalam UU TNI No. 34/2004.

Tetapi ada kendala yang harus dihadapi oleh Amerika Serikat jika negara tersebut membentuk pasukan antiteror dari prajurit TNI. Karena hal ini tidak lepas dari kebijakan Amerika Serikat sebelumnya terhadap Indonesia dalam bidang militer. Sejak tahun 1999 Indonesia dikenai sanksi oleh Amerika Serikat berupa embargo militer terkait peristiwa Timor Timur pasca tragedi Santa Cruz dan pasca jajak pendapat tahun 1999. Sejak saat itu Amerika Serikat berhenti memasok suplai persenjataan maupun suku cadang terhadap alutsista milik TNI.

Agar tidak terjadi kebijakan ganda tersebut, maka Amerika Serikat beralih ke Polri sebagai patner dalam memberantas terorisme, maka dibentuklah Densus88 sebagai pasukan antiteror. Pasukan khusus ini dibiayai oleh pemerintah Amerika Serikat melalui bagian Jasa Keamanan Diplomatik (Diplomatic Security Service) Departemen Negara AS dan dilatih langsung oleh instruktur dari CIA, FBI, dan U.S. Secret Service. Selain itu dalam memberantas terorisme harus dilakukan dengan bingkai penegakan hukum, dan itu hanya dimiliki oleh institusi kepolisian.

Kita tentu bangga dengan keberhasilan Polri selama ini dalam penanggulangan terorisme, tetapi dengan melihat semakin hebatnya para gembong teroris itu, apakah sebaiknya TNI tidak dilibatkan? Apalagi ketika menyaksikan para teroris itu mempunyai kemampuan perang secara gerilya di hutan-hutan, dimana keahlian TNI dalam menghadapi perang semacam itu sangat dibutuhkan.
Polri sebaiknya tidak perlu sungkan dalam meminta bantuan kepada TNI, karena dalam UU disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas keamanan Polri dapat meminta bantuan TNI.

No comments:

Post a Comment